Queen of Tears

 

Drama korea Queen of Tears berakhir dengan rating tertinggi 24,9 %. Rating ini tercatat sebagai rekor tertinggi drama korea yang tayang di stasiun TV tvN. Sebagai pecinta drakor, alasan utama saya menonton drama ini tentu saja karena aktornya. Comeback akting aktor termahal Kim Soo hyun.

Saya mengenal Kim Soo Hyun sejak drama Dream High yang ia bintangi Bersama Suzy, IU dan aktor lainnya. Siapa sangka setelah waktu berlalu ia menjadi aktor termahal dengan akting yang memukau. Drama yang digarap oleh dua sutradara, yaitu Jang Young-woo dan Kim Hee-won ini juga menampilkan Kim Ji won. Meski udah tau Kim Ji won sejak drama The Heirs 2013 lalu, namun aktingnya di drama Descendants of The Sun pada 2016 lah yang bikin saya jatuh hati pada aktris cantik ini.

Seperti drama romance pada umumnya, kisah yang ditampilnya cukup sederhana. Namun seperti biasa, salah satu daya tarik drakor adalah mampu menyajikan kisah yang sederhana menjadi sangat dalam dan bermakna.

Kisah ini menceritakan seorang Baek Hyun woo yang diperankan oleh Kim Soo-hyun. Sosok lelaki sempurna yang sebenarnya sulit ada di dunia nyata. Hehehe. Tampan, Mapan, Cerdas, Pintar, Pengacara jebolan SNU, atlet tinju, jago renang, anak kepala desa dan juragan pir yang cukup di hormati di kampung halamannya plus baik hati dan bucin pula. Baek Hyun woo memulai karir pengacaranya di perusahaan Queens Group. Perusahaan tempat ia bertemu dan jatuh cinta pada Hong Hae in, anak magang yang suka menendang mesin fotokopi, sering dimarahi dan mengalami kesulitan yang ternyata adalah cucu pemilik perusahaan.

Kisah cinta itu membawa mereka pada sebuah pernikahan yang membuat iri banyak orang. Pernikahan ini menambah kesempurnaan seorang Baek Hyun woo yang disebut-sebut bak cinderella versi cowok. 3 tahun menikah, hubungan itu sepertinya tak terselamatkan lagi. Dan Hyun woo berniat untuk menggugat cerai istrinya. Usut punya usut, ternyata bukan tekanan dari keluarga Hae in yang membuat Hyun woo ingin menyerah, tapi hubungan dingin dengan istrinyalah yang membuat Hyun woo merasa bahwa perceraian adalah jalan yang tepat buatnya untuk terbebas dari istri dan keluarganya.

Cerita itu dimulai dari sebuah kebahagian saat  Hae in dinyatakan hamil 3 bulan. Namun kebahagian tersebut tak berlangsung lama. Hae in keguguran dan kehilangan buah hatinya. Namun alih-alih berpelukan dan merasa sedih bersama, Hae in dan Hyun wo memilih cara lain menutupi kesedihan mereka. Hae in memilih mengosongkan kamar bayi yang sudah mereka dekorasi, dan Hyun wo merasa marah saat Hae in melakukan itu, dan malah pindah kamar tersebut. Sejak itu hubungan mereka jadi terkesan dingin dan berjarak.

Membahas drama ini rasanya nggak lengkap tanpa membahas latar belakang tokoh-tokohnya. Yuk kita kuliti satu persatu.

Hong Hae in

Cewek cantik pintar nan keren ini sebenarnya adalah sosok yang kesepian. Ingat nggak saat bulan madu di Jerman, saat mereka jalan-jalan di taman yang berdekatan dengan area pemakaman. Hae in bilang ”aku mau dimakamkan di tempat yang ramai, biar aku nggak ngerasa sendirian”. Hae in yang selama hidupnya apa-apa dilakukan sendirian, tak ingin sampai akhir hidupnya juga seperti itu. Sikap Hae in yang dingin dan kesepian ini sebenarnya  tak terlepas dari peran ibunya yang membencinya sejak kecil,  sejak kakak laki-lakinya meninggal dunia. Sang Ibu menyalahkan Hae in sebagai penyebabnya. Hingga puluhan tahun sang ibu membenci dan tak memberinya kasih sayang. Uluran tangan Hae in kecil, selalu ditepis ibunya. Hae in tumbuh tanpa pelukan, dengan rasa bersalah, kesepian dan tanpa kasih seorang ibu. Bahkan saat dia berusaha memberitahu ibunya bahwa dia sedang sakit, ibunya bilang ”kalau kamu punya masalah, pasti bisa mengatasi sendiri, selama ini kamu kuat dan bisa beresin banyak hal sendirian”. Hae in jadi terbiasa tidak mengungkapkan perasaannya dan merasa kosong sendirian. Ia tumbuh dengan dengan tuduhan penyebab kematian kakaknya dan dianggap saingan oleh orang-orang sekitarnya. Dari luar Hae in kelihatan tumbuh dengan baik. Tapi secara psikologis Hae in adalah cangkang yang kosong. Hingga nggak aneh kalau setelah dewasa, Hae in jadi sulit menunjukkan perasaannya sendiri, karena ngerasa hanya bisa bergantung dan ngandalin dirinya sendiri. Buat komunikasi aja dia gengsi. Menunjukkan sedih saat kehilangan buah hati saja dia tidak mau. ”Daripada mengetuk pintumu dan berbicara, aku memilih diam dan membencimu”, Hae in mengakui perasaannya di kemudian hari. Untungnya Hae in ketemu cowok green flag Baek Hyun woo yang tumbuh dengan utuh.

Baek Hyun woo

Bertolak belakang dengan Hae in, pengacara berbakat Baek Hyun Woo, dibesarkan dengan pelukan dan kasih sayang dari Ayah, Ibu dan kedua kakaknya. Dibesarkan dalam keluarga yang hangat, diapresiasi semua pencapaiannya dan dipuk-puk punggungnya saat iya punya masalah atau kalah. Oleh kehangatan itu, Hyun woo tumbuh menjadi orang yang percaya diri dan baik hati.

Yoon Eun sung

Yoon Eun sung atau David Yoon yang diperankan oleh Park Sung hoon memiliki masa lalu panjang dengan Hae in. Eun sung merupakan mantan analis Wall Street yang berbakat dalam urusan merger dan akuisisi. Suatu hari, Yoon Eun sung memutuskan pulang ke Korea dan melanjutkan karier sebagai investor.

Tokoh antagonis nan nyebelin ini awalnya hanya seorang anak laki-laki polos yang ditinggal ibunya di panti asuhan. Ibunya meninggalkan Eun sung kecil demi uang. Demi mengejar ambisinya untuk menguasai uang konglomerat kaya yang menjadikannya pasangan tidak sah konglomerat tersebut. Eun sung akhirnya tumbuh dengan luka, trauma, penantian dan haus akan kasih seorang ibu dan dengan pemikiran bahwa uang adalah segalanya, uang akan membawa ibu kembali padanya. Namun saat uang ternyata tak mampu untuk meraih Hae in, Eun sung menemukan ”gong” nya. Bagi Eun sung, ditinggalkan dan tak dicintai adalah trauma yang mendalam. Diakhir episode ia malah tega menembak Hae in, wanita yang dicintainya, dan ingin membawanya pergi meski dalam keadaan tidak bernyawa sekalipun. Meski menyebalkan, Eun Sung sebenarnya sangat menyedihkan.

Hong Soo Cheol dan Cheon Da Hye

Hong soo Cheol tumbuh dengan dimanja oleh Ibunya. Apa-apa nggak boleh karena takut Soo Cheol terluka. Sampai akhirnya ia malah baru belajar mengendarai sepeda saat sudah punya anak dan ingin anaknya belajar sepeda dari dia. Karena selalu dilindungi, meskipun berakhlak baik, Soo Cheol tumbuh menjadi orang yang mudah dibohongi. Da Hye tumbuh di panti asuhan tanpa bimbingan orang tua. Meski akhirnya ia kembali pada Soo Cheol, Da Hye sempat tergelincir kehilangan arah.

Drama ini mengajarkan banyak hal pada kita. Peran orang tua, terutama Ibu berpengaruh besar dalam tumbuh kembang anaknya. Bahwa apapun itu, emosi sayang, senang, sedih, marah, kecewa, ya ungkapin aja, apalagi sama suami sendiri. Bahwa komunikasi adalah kunci utama dalam membina rumah tangga.

RAMADHAN KAREEM

 

Satupertiganya telah berlalu. Fase rahmat berakhir hari ini. Fase maghfirah dan Itqun minan nar akan mengisi duapertiga berikutnya. Bagi kita umat Islam, Ramadhan bukan hanya bulan biasa dalam hitungan kalender hijriah. Bulan ini adalah bulan istimewa, bulan yang penuh kedamaian, ketenangan, penyembuhan, kebaikan, pengampunan, kasih sayang, bulan menggapai surga, bulan al-Qur’an, bulan wahyu, dan bulan perayaan menjadi seorang muslim. Bulan dimana kita berlatih menahan diri, tidak hanya melakukan apa yang kita inginkan, namun melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan Yang Maha kuasa.

Ramadhan adalah segitiga refleksi yang memantul pada tiga hubungan penting dalam hidup. Pada diri sendiri, pada Tuhan dan pada manusia dan alam sekitar.

Ramadhan adalah perjalanan spiritual seorang manusia. Tak hanya menahan haus dan lapar yang tak seberapa disiang harinya, Ramadhan adalah refleksi dari takaran keimanan kita. Ramadhan membawa kita menyusuri lebih jauh ke dalam diri. Suatu perintah Tuhan yang dimulai dengan firmanNya ”Wahai orang-orang yang beriman”. Karena hanya orang-orang beriman yang akan sanggup menyusuri dan menyelesaikan perjalanan ini.

Ramadhan adalah kesempatan yang sempurna untuk mengenal dan merefleksi diri kita. Waktu terbaik untuk menata prioritas hidup sebagai seorang hamba. Siang dan malamnya bergelimang keberkahan. Pahala bertaburan berkelimpahan. Semua amalan akan diganjar pahala layaknya poin jakpot berlipat ganda. Kesempatan yang mungkin tak datang lagi tahun depannya, semoga bisa manfaatkan dengan bijaksana.

Semoga setiap sujud, setiap takbir, setiap zikir, dan setiap interaksi dengan Al-Qur'an menjadi momen yang mempererat ikatan kita dengan Allah SWT. Semoga haus dan lapar menjadikan kita manusia yang peka akan akan kondisi sesama. Semoga diujung perjalanan, kita mencapai derajat taqwa.

Selamat menunaikan Ibadah Shiyam dan Qiyam, saudara handai taulan seagama di seluruh jagat raya. Semoga keberkahan Ramadhan memenuhi kehidupan kita.  

Resensi Temanku Orang Buku

 

Biodata Buku

Judul buku    : Temanku Orang Buku

Penulis           : Muhidin M. Dahlan

Penerbit         : JBS

Tahun terbit  : 2023

Tebal buku    : 190 halaman

Sejak kecil, buku selalu menjadi teman istimewa buat saya. Menghabiskan jam istirahat Sekolah Dasar di pojok ruang guru yang penuh dengan buku-buku baru, tidak kembali ke kelas hingga jam sekolah berakhir karena saya lupa waktu jika sudah ”terbenam” di tumpukan buku perpustakaan pesantren, bergadang menuntaskan hingga halaman terakhir sebuah novel Lucy Maud Montgomery padahal besoknya ujian semester di kampus, dan membawa serta buku setiap saya pergi berkendara ke beberapa tempat. Begitulah arti buku dalam denyut nadi saya. Bahkan salah kesekian saya menikahi suami karena kami sama-sama mencintai buku dan kata-kata.  

Sebegitu istimewanya buku bagi saya, membuat saya mengenal dan berkenalan dengan beberapa penulis yang karyanya saya baca. Dan suami saya berperan banyak mengenalkan saya pada mereka. Saya masih ingat bagaimana senangnya saya bisa menginap semalam di rumah sekaligus toko buku sastra milik seorang teman saat bulan madu kami di Jogja, dan bagaimana exitednya saya saat berfoto bersama Joko Pinurbo di sebuah festival kesenian waktu itu. Atau betapa bahagianya saya setelah ngobrol sebentar sambil sarapan sate bersama Pinto Anugrah pagi itu. Buku dan penulisnya adalah pendar lain dalam terang benderangnya hidup saya.

Namun seberapapun istimewanya buku bagi saya, tak sampai hingga mengenal orang-orang buku dan seluk beluk persebaran dunia perbukuan. Hingga dua hari lalu, saat sebuah paket buku pesanan suami terlihat di atas meja dan saya melihat kelima buah judulnya. Kata suami dia hanya pesan tiga buku, tapi malah dikirim lima, begitulah salah satu keistimewaan berteman dengan orang buku. Ada satu judul yang membuat saya tertarik membuka plastik sampulnya. Judul buku ini sudah beberapa kali melintas di beranda akun Instagram saya yang mengikuti sebuah penerbit dan penjual buku sastra kesayangan kami, Jual Buku Sastra (JBS), karena buku ini diterbitkan di sana. Judul buku itu, ”Temanku Orang Buku”, karya Muhidin M. Dahlan. 

Buku ini seperti biografi singkat dari 27 nama yang bergerak dalam ruang remang kerja di ranah perbukuan. Gus Muh mempersembahkan kisah-kisah mereka dan merangkai potret-potret inspiratif dari para penggerak perbukuan yang mengubah dunia dengan kata-kata dan kerja nyata mereka. Seolah tidak ingin tergerus oleh ingatan yang dangkal, Gus Muh ingin mematrikan teman-teman disepanjang nasib perbukuannya dengan memberi mereka panggung dalam ingatan semua pembaca buku ini.

Layaknya menceritakan seorang teman, Gus Muh menceritakan mereka ber-27 dengan gamblang, dengan ”telanjang”. Namun garis merah dari semua pertautan takdir orang-orang ini tetap satu: Gairah yang luar biasa untuk dan pada buku.

Layaknya sebuah dokumentasi, rekam jejak orang-orang buku ini akan terus tercatat dalam sejarah dan menjadi halte perkenalan para pembaca buku seperti saya yang tak berteman dengan orang-orang buku ini. Jika penasaran tentang insan-insan perbukuan yang luar biasa itu, silahkan menyambangi mereka melalui buku 190 halaman ini. Panjang umurlah dunia perbukuan.


5 menit untuk 5 tahun : Sebuah pagi di hari Pemilu

Pagi itu saya bangun lebih awal. Berberes dan menyuci tumpukan pakaian kotor yang sudah dirapel sejak hari Senin. Cahaya matahari menembus jendela rumah dengan sangat berani. Hingga saya pun memberanikan diri menyuci semuanya termasuk sprei, perhandukan dan mukena. Usai menjemur semuanya di samping dan belakang rumah, saya mandi dan makan. Zea sudah bisa mandi sendiri, hanya perlu dibantu untuk memakaikan celana jika celana itu panjang kaki. Kami akan mengajaknya ke lokasi TPS hari ini. Mengenalkannya euforia demokrasi. Meski ini bukan pertama kali baginya, tapi 5 tahun lalu, dia masih berusia dua setengah tahun, dan belum punya ingatan jangka panjang tentang momen ini.

Usai meletakkan kartu panggilan DPT di meja petugas KPPS, kami harus menunggu. Kursi yang tak seberapa di bawah satu buah tenda TPS sudah terisi penuh. Saya mengajaknya bermain ke PAUD di sebelah TPS biar dia tidak bosan. Di PAUD ini dulu Zea bersekolah 3 tahun lamanya sejak berusia dua tahun tujuh bulan. Jadi dia sudah sangat familiar dengan tempatnya. Namun hanya perosotan yang bisa dimainkan di PAUD tersebut. Jungkat jungkit sudah lapuk oleh karat, ayunan digembok dan mangkok putar bersuara ngilu sekali setiap kali mainan itu diputar. Untungnya ada beberapa anak-anak juga di sana, sehingga Zea bisa bermain naik turun ”gunung” sebentar bersama mereka.

Di depan PAUD, ada Kedai Kak Uti. Zea ingin jajan di sana. Ternyata ada nenek Zea yang sedang makan gado-gado juga. Kami duduk lama di sana, sambil saya juga menyantap gado-gado yang ditraktir nenek Zea. Ternyata Uda sedang mencari-cari kami. Gerimis mulai turun, dia kawatir semua jemuran akan terguyur hujan sebentar lagi. Kami bergegas pulang. Setelah semua jemuran diangkat, kami kembali lagi ke lokasi TPS. Lama menunggu, namun nama kami belum juga terpanggil. Sepertinya petugas mendahulukan penyandang disabilitas dan lansia terlebih dahulu meski mereka datang belakangan. Kami menunggu lagi. Hampir satu jam, setelah semua drama dikeluarkan oleh Zea karena merasa sangat bosan, kami pun masuk bilik suara. Mencoblos calon wakil rakyat dan presiden pilihan. Hanya 5 menit untuk 5 tahun, suara kami akan ikut menentukan perjalanan bangsa besar ini.

Setelah mencelupkan kelingking kiri dan berfoto kilat, kami menuju minimarket untuk membeli jajan Zea dan pulang. Gerimis mulai reda berganti terik, dan saya harus menjemur kembali pakaian-pakaian basah tadi.

Sekilas pemilu mungkin bukan perkara yang rumit. Tapi jika kita memandangnya lebih jauh lagi, maka pemilu adalah sebuah peristiwa besar. Nasib bangsa ini sedang dipertaruhkan. Dan menaruh kepercayaan pada mahluk bernama manusia, kita semua lebih dari paham.

Meski telah usai, saya sedikit mengupas napak tilas pemilu bangsa ini disini. Silahkan berkunjung.

Bagaimana dengan cerita pemilu kalian, teman-teman, para pemilik suara?

Jejak Sejarah Pemilu Indonesia dan Era Dominasi Suara Generasi Muda dalam Pemilu 2024

 

Pemilu telah usai, meskipun kita masih menantikan hasil resmi dari KPU, namun quick count telah menggambarkan siapa yang memimpin dalam "pertempuran" ini. Semoga mereka yang terpilih adalah sosok-sosok terbaik yang bukan hanya sekadar pemenang, tapi juga duta yang diamanahi dengan kepercayaan rakyat untuk mewakili aspirasi dan harapan. Semoga kehadiran mereka menjadi harapan bagi bangsa, membawa inspirasi, dan merangkul semua lapisan masyarakat dengan penuh dedikasi dan integritas serta bersedia membawa cita-cita bangsa ini menuju kejayaan, mewakili dengan setulus hati demi kepentingan rakyat.

Bercerita tentang pemilu artinya menggali kisah tentang demokrasi yang hidup dan bernafas di dalamnya. Pemilu adalah panggung di mana warga negara aktif berpartisipasi dalam menentukan arah masa depan bangsa. Di setiap bilik suara, terdapat cerita-cerita yang beragam, ada yang datang dengan harapan besar, ada yang membawa beban tanggung jawab, ada yang menghadirkan semangat perubahan, dan ada yang hanya ingin menyampaikan suara kecilnya yang mungkin tak terdengar di antara deru demokrasi.

Namun, di balik segala dinamika dan euforia itu, terdapat satu perspektif yang cukup menyentuh: kekuatan solidaritas dalam perbedaan. Pemilu menjadi momen di mana kita, walaupun memiliki pandangan politik yang berbeda, kita bersatu dalam satu tekad untuk membangun negara yang lebih baik. Dalam pemilu, bukan hanya tentang siapa yang menang, tapi tentang bagaimana kita bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Bercerita perihal pemilu, yuk kita mengupas dan menapak tilasi perjalanan panjang sejarah pemilu bangsa ini.

Sejarah Pemilu di Indonesia

Sejarah pemilihan umum di Indonesia dimulai sejak negara ini merdeka pada tahun 1945. Pemilu pertama diadakan pada tahun 1955, menandai awal dari sistem pemerintahan demokratis. Namun, periode setelah pemilu awal ini ditandai oleh ketidakstabilan politik dan pemerintahan militer, yang mengakibatkan proses demokratisasi terbatas. Barulah pada akhir tahun 1990-an Indonesia kembali ke sistem demokratis, menyusul jatuhnya Presiden Suharto pada tahun 1998. Sejak itu, Indonesia telah mengadakan beberapa putaran pemilu, termasuk pemilu parlemen, presiden, dan pemilu daerah, yang mengukuhkan statusnya sebagai republik demokratis. Pemilu negara ini sejak itu menjadi bagian penting dari lanskap politiknya, memperlihatkan pentingnya demokrasi partisipatif dalam membentuk masa depan bangsa ini.

Peran KPU dan Bawaslu dalam Pemilu di Indonesia

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memainkan peran penting dalam memastikan keadilan dan integritas pemilu di Indonesia. KPU bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu, termasuk pendaftaran pemilih, pendaftaran calon, dan proses pemungutan suara. Di sisi lain, Bawaslu bertugas sebagai lembaga pemantau pemilu, yang bertugas menyelidiki dan menyelesaikan perselisihan atau pelanggaran yang mungkin timbul selama proses pemilu. Bersama-sama, KPU dan Bawaslu bekerja untuk menjaga transparansi dan kredibilitas pemilu Indonesia, memastikan bahwa hak demokratis warga negara dijaga. Peran mereka sangat penting dalam menjaga proses demokratis dan mempromosikan kepercayaan pada sistem pemilu.

Riwayat Pemilu di Indonesia (1955-2024)

Pemilihan umum di Indonesia telah diadakan sebanyak 13 kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, 2019 dan 2024. Riwayat pemilu di Indonesia dari tahun 1955 hingga 2024 ditandai oleh peristiwa dan perkembangan penting yang telah membentuk proses demokrasi negara ini. Pada tahun 1955, Indonesia mengadakan pemilu umum pertamanya, menandai awal perjalanan demokratisnya. Pemilu berikutnya diadakan pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 semuanya di bawah rezim Orde Baru. Selama kepresidenan Soeharto, pemilu di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Di bawah pemerintahannya, pemilu menjadi sangat terkontrol dan dimanipulasi oleh pemerintah, dengan tujuan mempertahankan kekuasaannya. Sistem partai politik juga diatur secara ketat, dan hanya organisasi yang disetujui oleh pemerintah yang diizinkan untuk berpartisipasi dalam pemilu. Akibatnya, pemilu kekurangan persaingan dan sering kali dianggap sebagai formalitas semata untuk melegitimasi kekuasaan Soeharto. Selain itu, penggunaan taktik intimidasi dan paksaan untuk memastikan hasil pemilu yang diinginkan menjadi hal umum. Secara keseluruhan, pemilu selama kepresidenan Soeharto ditandai oleh kurangnya demokrasi dan transparansi, pada akhirnya berfungsi sebagai alat untuk mengkonsolidasikan otoritasnya.

Periode reformasi pada tahun 1998 memberikan perubahan signifikan pada sistem pemilu, yang mengarah pada pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 1999. Pemilu presiden langsung pertama negara ini berlangsung pada tahun 2004, diikuti oleh pemilu presiden dan legislatif pada tahun 2009, 2014, dan 2019. Melihat ke depan, pemilu 2024 pun menjadi momentum penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, dengan potensi untuk kemajuan lebih lanjut dalam proses pemilu. Sepanjang riwayat ini, Indonesia telah melewati berbagai tantangan dan momen-momen penting, yang pada akhirnya memperlihatkan komitmennya pada pemerintahan demokratis.

Evolusi Pemilu Indonesia selama Periode Reformasi

Perubahan signifikan dalam proses pemilihan umum selama periode reformasi di Indonesia sangat banyak. Sebelum periode reformasi, pemilu ditandai oleh korupsi yang meluas, pemalsuan suara, dan kurangnya transparansi. Namun, pada awal tahun 2000-an, pemerintah mengenalkan serangkaian reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan proses pemilu. Salah satu perubahan paling signifikan adalah penerapan sistem yang lebih transparan dan akuntabel, yang mencakup pengenalan sistem pendaftaran pemilih dan pembentukan komisi pemilihan umum independen untuk mengawasi proses tersebut. Selain itu, ada upaya untuk meningkatkan partisipasi kelompok yang terpinggirkan, seperti perempuan dan populasi minoritas dalam proses pemilu. Perubahan-perubahan ini secara signifikan telah meningkatkan kredibilitas dan integritas proses pemilu di Indonesia dan telah membantu memperkuat lembaga-lembaga demokratis negara tersebut.

Analisis Pemilu tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019

Pemilu di Indonesia pada tahun 1999 menandai transisi demokratisasi kekuasaan yang pertama di negara ini, menyusul kejatuhan rezim otoriter Presiden Suharto. Pemilu tahun 2004 menyaksikan kembali terpilihnya Presiden Megawati Sukarno putri, sementara tahun 2009 menandai pemilihan Susilo Bambang Yudhoyono, membawa masuk periode stabilitas politik. Pemilu tahun 2014 ditandai oleh tingginya partisipasi pemilih dan kemenangan Joko Widodo, seorang kandidat non-militer dan non-elite. Pada tahun 2019, pemilu dirusak oleh isu penipuan pemilih dan tuduhan manipulasi, menyoroti tantangan dalam memastikan proses pemilu yang adil dan transparan. Sepanjang pemilu-pemilu ini, negara ini berjuang dengan masalah korupsi, ketegangan agama dan etnis, dan kebutuhan akan reformasi politik, mencerminkan kompleksitas demokrasi yang beragam di Indonesia.

Dominasi Generasi Muda: Suara Besar dalam Pemilu 2024

Salah satu fenomena menarik dalam pemilu 2024 adalah dominasi generasi muda sebagai pemilih dalam pesta demokrasi. Diperkirakan sebanyak 114 juta dari total 204.807.222 pemilih yang memiliki hak suara adalah generasi Z dan milenial. Hal ini mengindikasikan bahwa suara generasi muda akan memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah masa depan negara Indonesia.

Generasi Z, yang terdiri dari individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, dan milenial, yang meliputi mereka yang lahir antara awal 1980-an hingga pertengahan 1990-an, telah menjadi kekuatan yang signifikan dalam politik modern. Mereka tidak hanya menjadi bagian besar dari jumlah pemilih, tetapi juga memiliki kecenderungan untuk lebih terbuka terhadap perubahan, teknologi, dan isu-isu sosial.

Dengan akses yang lebih luas terhadap informasi dan media sosial, generasi muda memiliki kesempatan yang lebih besar untuk terlibat dalam proses politik dan memengaruhi opini publik. Mereka sering kali menjadi motor penggerak di balik gerakan sosial dan politik yang memperjuangkan perubahan dan reformasi.

Partisipasi yang tinggi dari generasi muda dalam pemilu 2024 menandakan pentingnya mengakomodasi aspirasi dan kepentingan mereka dalam pembentukan kebijakan negara. Politisi dan partai politik harus memperhatikan isu-isu yang relevan bagi generasi muda, seperti pendidikan, lapangan kerja, lingkungan, dan kesejahteraan sosial, untuk memenangkan dukungan mereka.

Dengan demikian, pemilu 2024 tidak hanya menjadi panggung untuk persaingan politik antarpartai, tetapi juga sebuah momen penting di mana suara generasi muda akan membentuk arah politik dan sosial Indonesia ke depan. Hal ini menegaskan pentingnya inklusi dan representasi generasi muda dalam proses demokratisasi negara ini.

Beyond the Stars: Menyusuri Perjalanan Bangtan dan Refleksi sebagai Army

 

Kemarin, selesai sudah episode terakhir Beyond the Star dirilis. Sebuah serial dokumenter tentang perjalanan 10 tahun tahun grup idol Bangtan Sonyeondan alias BTS. Layaknya seperti menamatkan membaca sebuah novel, saya terhenyak, termenung dan terpaku usai menonton. Serial ini membuat saya merenungi dan memflasback diri saya sendiri, sebagai pribadi dan sebagai Army.

Dalam serial dokumenter "Beyond the Stars", kita diundang untuk memahami lebih dalam tentang perjalanan Bangtan. Dan sebagai seorang Army, serial ini juga menjadi refleksi tersendiri buat saya secara pribadi. Bukan hanya sebuah dokumenter, serial ini adalah kisah tentang kesetiaan, persahabatan, tekad, kerjakeras, impian, identitas, dan konektivitas yang melampaui batas-batas fisik dan budaya.

Dokumenter ini menyingkap tirai kehidupan Bangtan, secara personal dan profesional. Bangtan memang seperti itu, mereka mencuri hati Army tak hanya dengan bakat musikal dan visual, tetapi juga pada kepribadian yang tulus dan perjalanan hidup yang mereka bagikan. Bagaimana sebuah tekad dan kerja keras membawa mereka menuju puncak. Sebuah tempat yang tidak pernah mereka duga sebelumnya. ”Ibaratnya, kami hanya ingin menaiki balon udara dan melihat keindahan dari atas, namun ternyata kami malah menembus atmosfer dan melintasi luar angkasa”, V menyebutkan hal itu dalam penggalan wawancaranya di episode terakhir.

Ketika mereka menunjukkan sisi-sisi manusiawi mereka, termasuk kegagalan, ketakutan, dan kelemahan, itu menciptakan koneksi emosional yang mendalam. Army bukan hanya melihat mereka sebagai idola, tetapi juga sebagai teman yang dapat dipercaya dan diandalkan. Perjalanan hidup Bangtan, dari awal karier hingga puncak kesuksesan, mengajarkan banyak pelajaran berharga. Army tentu saja melihat bahwa kesuksesan tidak datang secara instan, tetapi melalui perjuangan, kerja keras, dan tekad yang kuat.

Musik Bangtan bukan hanya tentang melodi dan lirik, tetapi juga tentang pesan yang dapat merasuk ke dalam hati pendengarnya. Setiap lagu memiliki makna yang mendalam, membangun rasa solidaritas dan kekuatan dalam kepekaan emosional. Melalui musik mereka, Bangtan membangun panggung di mana Army merasa diterima dan dipahami.

Pesona "Beyond the Stars" tidak hanya terletak karena penceritaan perjalanan Bantan, tetapi juga pada koneksi emosional yang terbangun antara serial dokumenter ini dengan jutaan Army di seluruh dunia. Setiap momen kebahagiaan, kegembiraan, dan bahkan saat-saat sulit dihidupkan kembali layaknya kilasan-kilasan memori yang kembali terkenang dihati Army. Bagai slide-slide yang bersileweran dalam lintasan ingatan, serial dokumenter ini seolah membawa Army menyusuri kembali ingatan 10 tahun belakangan. Menapaktilasi jalur kenangan sembari mengidolakan sosok kesayangan. Serial dokumenter ini menjadi bukti bahwa musik dan ketulusan mengatasi segala batasan.

Pesona Bangtan tidak hanya menciptakan penggemar, tetapi juga menciptakan komunitas yang saling mendukung dan tumbuh bersama. Mereka memberikan lebih dari sekadar hiburan. Dalam perjalanannya, setiap lagu, setiap tawa, dan setiap kisah hidup Bangtan menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan pribadi setiap Army.

Sebagai penggemar, saya dan semua Army tak hanya sebatas penonton. Pertemuan antara Bangtan dan Army bukan sekadar hubungan antara idol dan penggemar, tetapi lebih seperti ikatan erat antara teman seperjalanan. Dalam perjalanan hidup yang dilalui Bangtan, Army menemukan refleksi diri yang kuat. Keberanian dan tekad yang ditunjukkan oleh Bangtan dihadapan tantangan hidup menginspirasi dan memotivasi Army untuk mengejar impian kami sendiri.

Bangtan dan Army adalah teman seperjalanan yang berbagi tekad. Bangtan bukan hanya figur yang menghibur di atas panggung, tetapi juga teman yang mengajak untuk berbagi momen kehidupan. Tekad mereka dalam mengejar impian, mengatasi rintangan, dan terus berkembang sebagai individu, menjadi sumber inspirasi yang mendorong Army untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktor dalam kisah hidup kami sendiri.

Dalam kisah perjalanan Bangtan, kami belajar merefleksi diri dalam ketidaksempurnaan. Ketika Bangtan dengan jujur ​​membagi kisah tentang ketakutan dan kesulitan pribadi mereka, kami merasakan kedekatan yang luar biasa. Proses menerima ketidaksempurnaan dan belajar dari kegagalan menjadi bagian tak terpisahkan dari refleksi diri. Army belajar bahwa menjadi kuat tidak berarti tidak memiliki ketakutan atau kelemahan, tetapi tentang bagaimana kita menghadapi dan tumbuh dari mereka.

Sikap Bangtan yang pantang menyerah di hadapan kesulitan menjadi pemandu yang kuat buat Army. Mereka mengajarkan bahwa keberanian bukanlah ketiadaan rintangan, melainkan kemampuan untuk menghadapinya dengan kepala tegak. Hal Ini merangsang semangat bertahan dan semangat pantang menyerah dalam setiap Army, menjadikan kami lebih tangguh dan siap menghadapi rintangan yang mungkin muncul dalam kehidupan.

Dalam refleksi sebagai Army, saya pribadi menemukan perubahan positif dalam diri saya sendiri. Bangtan memberikan inspirasi untuk menjadi pribadi yang lebih sehat, baik secara fisik maupun mental. Proses pembentukan pribadi ini bukan hanya tentang menjadi penggemar, tetapi tentang menjadi individu yang lebih terstruktur, mencintai diri sendiri, dan berkontribusi untuk sesama.

Melalui perjalanan ini, Bangtan dan Army bukan hanya sekadar hubungan artis dan penggemar. Kami adalah keluarga yang saling mendukung, menginspirasi, dan menyentuh hati satu sama lain. Kehadiran Bangtan bukan hanya sebagai penyanyi, tetapi juga sebagai pembawa pesan positif yang mampu menggugah jiwa dan menciptakan perubahan dalam kehidupan setiap Army.

Dengan Bangtan sebagai teman seperjalanan yang menginspirasi, Army tidak hanya mengikuti, tetapi juga terlibat aktif dalam perjalanan ini, membuatnya lebih dari sekadar penggemar, tetapi sahabat sejati yang tumbuh bersama.

"Beyond the Stars" bukan hanya sebuah dokumenter perjalanan biasa. Serial ini adalah tentang perjalanan emosional yang menghubungkan generasi, budaya, dan hati. Melalui jejak Bantan, kita tidak hanya belajar tentang seorang idola, tetapi juga tentang kekuatan musik sebagai jembatan untuk mengatasi perbedaan dan membawa kita pada pengertian yang lebih dalam tentang arti kesetiaan, persahabatan, dan impian yang dapat diwujudkan bersama-sama.

Malewakan Gelar Datuak: Merawat Warisan Tradisi Dan Budaya

Indonesia, tanah air tercinta sangat kaya dengan tradisi dan budaya. Tanah tempat lahirnya ribuan kearifan lokal yang menjadi identitas bangsa. Tanah tempat keberagaman dirayakan, tradisi dilestarikan.

Minangkabau, sebagai salah satu dari suku-suku besar tanah air, juga memastikan akar budaya dan tradisi ”tak lakang dek paneh, tak lapuak dek ujan”, tak tergerus oleh zaman. Upaya merawat budaya dan tradisi itu salah satunya adalah upacara adat dalam pengangkatan dan penganugerahan gelar Datuak. Gelar ini tidak hanya sebuah bentuk penghargaan, tetapi juga mencerminkan kedalaman budaya dan filosofi yang tertanam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau.

Saban hari, dua minggu menjelang pesta adat digelar, Rumah Gadang suku Panai Nagari Painan Pesisir Selatan Sumatera barat, sudah ramai disambangi anak kemenakan, Bundo Kanduang, Niniak Mamak dan ”dunsanak” sepersukuan.

Rapat adat yang dilakukan dua bulan lalu, memutuskan akan malewakan gelar Datuak Suku Panai ”Rajo Batuah”, berikut dengan semua pembagian tugasnya. Hasil rapat sudah menjelaskan siapa yang akan melakukan apa. Anak kemenakan bertugas membersihkan rumah gadang, menyulap bambu menjadi umbul-umbul penuh hiasan, menyiapkan kayu bakar untuk marandang. Bundo Kanduang juga disibukkan dengan berbagai macam tugas rumah gadang, menyiapkan lamin, merencakankan masakan dan sebagainya. Pun, niniak mamak, sudah disibukkan dengan mendatangi niniak mamak dan Datuak suku lainnya untuk diundang menghadiri alek gadang Suku Panai.

Tiga hari menjelang upacara adat pengangkatan Datuak, rumah gadang Suku Panai sudah memulai ”alek”nya. Hari senin, prosesi adat ”malipek lamin” digelar. Malipek lamin artinya menyusun kain-kain pelaminan sesuai fungsi, filosofi dan kebutuhan. Kain mana yang akan dipasang dibagian mana, akan disusun dan dirundingkan pada hari ini. Lamin atau pelaminan Datuak adalah tempat seorang Datuak disumpah dengan sakral.

Bundo Kanduang Malipek Lamin
Bundo Kanduang saat prosesi Malipek Lamin (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Dulu, pelaminan adalah tanda kehormatan bagi bangsawan dan raja, diidentifikasi melalui jumlah tirai dan banta gadang yang digunakan. Semakin mewah tirainya dan semakin banyak banta gadangnya, semakin tinggi status keluarga tersebut. Setelah kedudukan raja tidak ada lagi, pelaminan menjadi simbol dalam upacara pengangkatan Datuak sebagai pemimpin masyarakat Minangkabau.

Hari Selasa, prosesi ”mamasang lamin” diselenggarakan. Rumah gadang dihias sedemikian rupa dengan kain-kain bersulam benang emas, bermotif Kaluak Paku, Itiak pulang patang, Aka cino sagagang, Saik Ajik, Pucuak Rabuang, dan Siriah Gadang. Prosesi ”malipek dan mamasang lamin” ini melibatkan Bundo-Bundo Kandung dari berbagai suku se-Nagari Painan. Dalam prosesi ini, para Bundo Kanduang berbagai suku akan bekerja sama, bergurau dan makan siang bersama.

Hari Rabu, proses mamasang lamin dilanjutkan kembali. Lamin akan dipasang dalam dua ruangan. Lamin dalam, atau bagian dalam akan diperuntukkan untuk para Datuak dari berbagai suku dan dihias banta gadang. Lamin lua, atau lamin bagian luar akan diperuntukkan untuk para perangkat adat dari berbagai suku yang ada. Pada hari ini juga dilakukan prosesi menyembelih kerbau untuk jamuan makan.

Para Datuak berbagai suku di Lamin Dalam (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Perihal motif kaluak paku, menjadi simbol kebanggan tersendiri bagi masyarakat Minangkabau. Motif ini dilandasi oleh filosofi adat, ”Kaluak paku kacang balimbiang, tampuruang lenggang-lenggangkan, baok manurun ka Saruso, tanam sirieh jo ureknyo, Anak dipangku kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan, tenggang nagari jan binaso, tenggang sarato jo adatnyo (Relung pakis kacang belimbing, bawa menurun ke Saruaso, tanam sirih serta uratnya, Anak dipangku kemanakan dibimbing, orang kampung dipertenggangkan, tenggang negeri jangan binasa, tenggang serta dengan adatnya).

Kaluak Paku melambangkan tanggung jawab seorang laki-laki Minang yang memiliki fungsi ganda dalam hidupnya. Sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya dan sebagai mamak bagi para kemenakannya. Anak dipangku, diurus sebagai prioritas utama, kemenakan dibimbing, dididik dan diayomi agar tumbuh menjadi individu yang bermanfaat dan bertanggung jawab terhadap keluarga dan kaumnya.

Sebelum Malewakan Gala, Datuak yang akan dilewakan duduk di Lamin Lua (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Hari Kamis (5/10) prosesi pun digelar. Semua Datuak, perangkat adat, dan Bundo kanduang setiap suku di Nagari Painan berkumpul di Kantor KAN (Kerapatan Adat Nagari). Semua diarak menuju rumah gadang suku Panai menggunakan odong-odong. Setelah rombongan tiba di rumah gadang, rangkaian kegiatan pengukuhan dilaksanakan. Ninik mamak duduk bersila, pantun sahut bersahutan, petatah petitih dikemukakan. Sebelum gelar Datuak dilewakan, Datuak tersebut harus duduk dulu di lamin luar. Setelah para Datuak di lamin dalam selesai bermufakat, barulah sang Datuak berganti pakaian kebesaran dan masuk ke lamin dalam untuk diambil sumpah datuak-nya. Malewakan Gala Datuak Suku Panai Rajo Batuah pun dilaksanakan.

Pengukukah dan pengambilan sumpah usai sudah. ”jamba” sudah disajikan menunggu untuk disantap. Bagi masyarakat Minangkabau, Makan Bajamba mencerminkan nilai-nilai budaya kesetaraan, ”tagak samo tinggi, duduak samo randah”. Makan Bajamba juga merepresentasikan semangat kebersamaan antara para anggota suku.

Usai makan bersama, barulah acara formal dilangsungkan. Sambutan-sambutan dari pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh masyarakat dilanjutkan dengan susunan acara yang sudah disusun dan direncanakan.

Datuak : Makna dan filosofi

Gelar Datuak dalam masyarakat Minangkabau tidak hanya mencerminkan status atau posisi sosial semata, namun juga penuh hikmah dan falsafah. Kata Datuak dalam Minangkabau merujuk pada sosok pemimpin yang memiliki keunggulan tertentu. Sebuah pengakuan terhadap kelebihan moral, intelektual, dan kepemimpinan yang istimewa pada individu yang menyandangnya. Makna dan filosofi ini juga tercermin pada pakaian kebesaran yang dikenakan saat prosesi adat dilangsungkan. Salah satunya adalah Deta, penutup kepala yang terbuat dari kain hitam biasa yang dililitkan sedemikian rupa sehingga memiliki banyak kerutan. Deta melambangkan akal yang berlipat-lipat dan mampu menyimpan rahasia. Deta dipasang lurus melambangkan keadilan dan kebenaran. Kedudukannya yang longgar melambangkan pikiran yang lapang dan tidak mudah tergoyahkan.

Hubungan dengan Adat dan Warisan Budaya

Prosesi pengangkatan Datuak tentu saja terkait erat dengan nilai-nilai adat dan warisan budaya Minangkabau. Adat istiadat menjadi pedoman dalam pemilihan seseorang menjadi Datuak, menciptakan jaminan bahwa penerima gelar tersebut tidak hanya memenuhi kriteria sosial, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Datuak dianggap sebagai penjaga budaya dan tradisi, juga penjaga nilai-nilai luhur masyarakat Minangkabau.

Proses pengangkatan dan penganugerahan gelar Datuak dalam masyarakat Minangkabau mencerminkan sebuah ritus yang penuh dengan signifikansi dan kebijaksanaan. Gelar Datuak tidak sekadar menjadi lambang status semata, melainkan juga menjadi gambaran dari kekayaan budaya dan esensi filosofis yang tertanam dalam jiwa masyarakat Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, Malewakan Gelar datuak adalah ikhtiar merawat warisan tradisi dan budaya yang sangat berharga.

Artikel ini dimuat di sini.

Queen of Tears

  Drama korea Queen of Tears berakhir dengan rating tertinggi 24,9 %. Rating ini tercatat sebagai rekor tertinggi drama korea yang tayang di...